Perbedaan Tulisan dan Visualisasi Terhadap Laskar Pelangi
Oleh
DELLA RESTATESELA
2222090269
DIKSATRASIA (3A)
Jika memelusuri sejarah sastra, kita akan dihadapkan pada puluhan, ratusan tahun ke belakang. Saat ini sastra sudah banyak mengalami kemajuan yang sangat luar biasa. Dari awal kemunculan sampai saat ini sudah banyak perkembangan dan kemajuan dalam dunia sastra. Pasa saat awal kemunculan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu, kemudian berangsung menjadi bahasa Indonesia yang seutuhnya dan tidak lagi mengekor pada bahasa Melayu. Tema yang diusung juga tidak lagi kawin paksa. Pembaca pun dibuat pintar karena adanya karya sastra yang bervariasi.
Karya sastra pada tahun 2000an sudah sangat berbeda dengan karya sastra angkatan 1990an. Saat ini, novel-novel yang sedikitnya mengandung seks pun kini sudah bisa diterbitkan, tidak ada lagi ketakutan sang pengarang yang karyanya akan ditolak oleh para penjajah. Perkembangan jaman pun kut berpengaruh pada perkembangan duna sastra. Pada tahun 2000an, telah banyak karya sastra yang di filmkan, bahkan dari film berlanjut kepada karya sastra, dan adapula dari karya sastra kemudian di filmkan, lalu dibuat sinetron.
Sastra dan realita adalah dua hal yang berbeda namun akan menjadi sebuah karya sastra yang indah jika menggabungkan antara realita dan imajinasi. Seorang pengarang dalam menyajikan karya sastra tentu adanya latar realita pengarang. Banyak karya-karya yang terlahir berkat adanya suguhan realita pengarang. Novel Nh. Dini Pada Sebuah Kapal adalah karya sastra yang sedikitnya dibuat pengarang karena adanya unsur realita pengarang. Ziarah - Iwan Simatupang dalam karyanya mengandung nilai filsafat karena pengarang berlatar belakang pendidikan filsafat. Novel-novel karya Habiburrahman El-Shirazyi kebanyakan berlatarkan Mesir karena pengarang memang pernah bersekolah di Mesir.
Saat ini, pada jaman 2000an, sebagai penikmat sastra, telah banyak cara untuk menikmati karya sastra. Karya sastra pada angkatan 2000an telah banyak yang filmkan. Hal ini sangat mendukung karena pada jaman ini, saat ekonomi sulit, dan teknologi sudah maju, para pecinta sastra dengan sangat mudah menikmati suguhannya. Dan ini salah sastu bentuk promosi yang baik, karena jika di visualisasikan menjadi bagus, maka dengan sendirinnya novel tersebut akan dicari oleh para pembaca.
Salah sastu novel yang kemudian difilmkan adalah novel buah tangan Andrea Hirata. Saat ini Beliau sudah banyak menulis novel. Karyanya yang terkenal adalah tetralogi dan semuanya laku di pasaran. Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Endensor, dan Maryamah Karpov. Saat ini, novel Beliau yang sudah difilmkan adalah Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi.
Tetralogi buah tangan Andrea Hirata adalah kisah nyata dari perjalanan hidupnya. Perlajanan yang indah, penuh perjuangan, kesetiaan, perjuangan untuk mendapatkan pendidikan ketika kecil seorang pengarang yang akrab disebut “Ikal” karena rambutnya yang ikal terangkum jelas dalam tulisanya seolah perjalanan hidupnya ia catat benar-benar tanpa mengandalkan ingatan karena cerita dalam novel ini diadaptasi oleh perjalanan hidupnya yang benar-benar ia rasakan
Dalam hal ini, pengarang seolah ingin menunjukan bahwa realita kehidupan seseorang bisa menjadikannya indah dan dinikmati oleh orang banyak dalam sebuah karya sastra disugunkan dengan adanya unsur imajinasi pengarang. Karya sastra pada dasarnya tidak bisa lepas dari realita, imajinasi, latar belakang, sejarh, lingkungan. Semua unsur itu seakan tidak mau dipisahkan dengan karya sastra..
Laskar pelangi adalah gambaran kekuatan 10 anak Belitung miskin yang ingin bersekolah dan meraih cita-cita. Cerita ini dimulai pada saat ke-10 anak tersebut mulai masuk sekolah. SD Muhammadiyah adalah sekolah Islam tertua ditanah Belitung. SD itu tidak layak disebut sekolahan karena tempatnya seperti kandang ternak. Namun semangat anak-anak tersebut tidak putus asa dalam meraih mimpinya. Dari awal cerita, konflikpun dimunculkan oleh pengarang, dari pagi hingga siang anak yang mendaftar baru 9 siswa, hal ini sangat menciutkan hati kepala sekolah dan guru, karena dengan demikian sekolah tersebut akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel karena jika tahun ajaran baru tidak mendapat 10 siswa, maka sekolah tersebut harus ditutup. Dan ketika matahari berajak naik, kepala sekolah ingin menyampaikan pidato bahwa sekolah akan dibubarkan, sang juru penyelamat datang, seorang siswa yang keterbelakangan mental menyelamatkan 9 siswa yang ingin bersekolah.
Saat ini telah banyak novel-novel yang diterbitkan kemudian di visualkan, mulai dari novel-novel barat maupun Indonesia. Novel yang meledak dan filmnya yang banyak disukai diantaranya novel Harry Potter karya J.K Rowling yang saat ini menjadi deretan orang terkaya didunia karena hasil penjualan bukunya dan royalti film dari karyanya yang disukai setiap orang diseluruh dunia, Twilight Saga sebuah tetralogi buah tangan Stephenie Meyer dengan karyanya Twilight, New Moon, Eclipse, Breaking Down yang saat ini digandrungi oleh kaula muda. Sedangkan novel-novel karya pengrang Indonesia yang sudah difilmkan adalah novel Habiburrahman El-Shirazy yaitu Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Ketika Cinta Bertasbih 2 yang juga pernah disinetronkan disalah satu stasiun televisi swasta, Dalam Mihrab Cinta, karya-karya Andrea Hirata Laskar Pelangi, Sang Pemimpi. Dan masih banyak lagi novel-novel yang kurang terkenal namun difilmkan diantaranya Dealova, Jakarta Undercover, Drop Out, Kambing Jantan, Jomblo, Me vs Highheels, Eiffel Im In Love dan masih banyak lagi. Selain dari novel yang kemudian difilmkan, ada juga yang dari film kemudian dibuat tulisan yang berbentuk scenario film yang diterbitkan seperti film Gie. Tren menfilmkan novel adalah ciri karya sastra angkatan 2000an.
Sebelum muncul tren memfilmkan sebuah novel, dunia perfilm-an Indonesia seakan mati suri. Tidak ada lagi film-film yang menarik untuk dinikmati kaum terpelajar, karena yang ada hanyalah film-film panas yang berlatarkan kasur. Namun pada tahun 2000, Riri Riza yang juga sutradara Laskar Pelangi membuat film berjudul Petualangan Sherina yang kemudian disusul dengan film Ada Apa Dengan Cinta? (2002) kemudian disusul oleh film-film yang berbobot sehingga seakan membangkitkan dunia perfilman Indonesia. Sumber : http://tipscinta.net76.net/cinta/ada-apa-dengan-cinta.htm dan http://id.m.wikipedia.org/wiki/ Riri_Riza?wasRedirected=true Dalam novel Laskar Pelangi, pengarang membuatnya terlalu banyak deskripsi dan sedikit dialog, seakan novel ini merupakan catatan harian pengarang yang ingin meluapkan segala hal yang terjadi yang menimpanya kemudian ia tuangkan dalam sebuah tulisan, sehingga pembaca lebih mendalami deskripsi. Bahkan ada bab-bab dalam novel tersebut yang tidak ada dialognya sama sekali dan sepanjang bab itu hanya deskripsi da terdapat pada bab 6 dan bab 7. Dalam bab 5 tidak ada dialog melainkan ucapan 1 orang.
Dalam membaca novel ini, kita seperti berada disebuah kota kecil dan miskin yang bernama Belitung. Pendeskripsian tempat begitu terperinci, sehingga mengajak pembaca untuk mengamati tempat tersebut. Novel ini juga menganggkat nama Belitung. Karena masyarakat awam Indonesia tidak tahu dimana pulau itu karena pulau itu terpisah dengan pulau Sumatra. Kini, melalui karya ini, Belitung menjadi terkenal dan tidak dipandang sebelah mata karena seorang anak berdarah Belitung sudah terkenal diseluruh penjuru Indonesia bahkan sampai keluar negeri. Maka, jika ingin mengetahui lebih dalam dengan Belitung, tidaklah salah kalau kita membaca atau menonton film Laskar Pelangi.
Membaca novel ini juga seakan membca buku sains yang tebalnya ribuan lembar. Pengarang terlihat begitu pintar dalam bidang sains, ya memang benar, karena di halaman terakhir buku terdapat biografi pengarang. Novel ini layaknya buku pintar karena ada unsur pendidikan, pelajaran ketika SD dan SMP. Pengarang pun memberi ilmu kepada pembaca khususnya pelajar dalam menghitung cepat. Hal ini terlihat dalam kutipan:
“Hafalkan luar kepala semua perkalian sesama angka ganjil, itulah yang sering menyusahkan. Hilangkan angka satuan dari perkalian dua angkapuluhan karena lebih mudah mengalikan dengan angka berujung nol, kerjakan sisanya kemudian, dan jangan kekenyangan kalau makan malam, itu akan membuat telingamu tuli dan otakmu tumpul.” (Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi 2008 : 107-108)
Selain itu, hal-hal yang sangat menunjukan bahwa pengarang menyukai sains dapat kita lihat dalam deskripsi diberbagai bab karena pengarang selalu berbicara mengenai fisika, dan yang lebih kental terasa terdapat pada bab 27 “Detik-Detik Kebenaran”. Pada bab itu seakan buku “pintar” ini memberikan ilmu yang lebih kepada para pembaca.
Selain unsur sains, novel inipun sarat akan nilai agama, dan persahabatan. Dan membaca buku ini juga seolah membaca buku agama Islam. Di awal cerita kita sudah disuguhkan tentang cerita Nabi Nuh, As, keutamaan shalat tepat waktu, pentingnya memegang amanah sebagai seorang pemimpin, dosanya berbuat musrik.
Tokoh terpenting anggota Laskar Pelangi berjumlah 10 orang. Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, Akiong, Kucai, Borek, Trapani, Harun, Syahdan. Persahabatan mereka begitu erat, karena selama 9 tahun mereka bersama di sekolah Muhammadiyah. Dalam novel, pengarang begitu jelas menggambarkan tubuh, sifat, kebaikan dan kejelekan mereka. Dalam hal pendeskripsian memang pengarang sangat mahir.
Laskar Pelangi merupakan cerita ia sewaktu kecil yang bersekolah di SD Muhammadiyah. Kehidupan yang sulit membuat ia berjuang melawan kemiskinan, kebodohan yang seakan terekam dalam novel ini. Cetakan pertama novel ini adalah tahun 2005 dan laku keras dipasaran. Setelah dua tahun terbitnya Laskar Pelangi, seorang sutradara kenamaan Indonesia, Riri Riza yang bernaung dalam rumah produksi Miles tertarik untuk memfilmkan novel ini.
Memvisualisasikan sebuh novel tidaklah mudah, karena tulisan dan visual adalah dua hal yang berbeda namun berkaitan dalam suatu pembuatan film. Dalam karya sastra yang berupa tulisan pengarang bisa dengan mudah menuliskan segala imajinasinya walaupun dengan gaya hiperbola, namun jika dalam pembuatan suatu film, deskripsi tidaklah begitu penting, bahkan terlalu banyak deskripsi seolah mempersulit sutradara dalam mewujudkan atau memvisualisasikan suatu novel.
Setelah novel ini divisualkan, banyak perbedaan dikeduanya. Hal ini wajar saja, karena memvisualkan sesuatu lebih susah daripada mendeskripsikannya. Hal ini membuat pro-kontra terhadap pecinta novel ini. Banyak pembaca yang kemudian menonton film ini kecewa karena banyak ketidaksamaan seperti dalam novel, sehingga nilai ketertarikan terhadap buku lebih tinggi daripada dengan filmnya. Namun, jika seorang penonton yang kemudian membaca novel ini, maka penonton akan lebih tertarik pada filmnya. Karena sesuatu yang dilakonkan oleh pemain, akan lebih masuk nilai amanatnya tinimbang membaca novelnya. Salah satu keengganan penonton yang kemudian membaca novelnya adalah terlalu banyak deskripsi, sehingga penonton yang sudah tahu jalan ceritanya akan membaca secara cepat dan sekilas.
Perbedaan pada novel yang kemudian difilmkan tidak hanya terjadi pada novel Laskar Pelangi melainkan pada setiap novel yang difilmkan. Bahkan film Harry Potter pun setelah difilmkan melenceng jauh dari cerita. Hal ini wajar saja karena Harry Potter menggunakan tingkat imajinasi yang tinggi dari seorang pengarang, Twilight difilmkan pun tidak sama seperti novelnya, dan mendapatkan pro-kontra juga dari penggemarnya.
Dalam Laskar Pelangi perbedaan sangat mencolok di jalan cerita. Walaupun secara keseluruhan sama, namun keduanya berbeda. Tanpa mengurangi amanat yang terkandung di dalamnya, sang sutradara mengemasnya secara ringkas mengingat 494 halaman divisualisasikan ± 2 jam atau sekitar 120 menit.
Dalam novel, pembaca akan diajak masuk ke wilayah perjalanan mereka dari awal masuk hingga akhirnya loncatke 12 tahun kemudian, namun dalam novel, setelah hari pertama sekolah, penonton langsung disuguhkan ke pada lima tahun kemudian.
Dalam filmpun dijelaskan bahwa meraka anak-anak Laskar Pelangi mulai SD tahun 1974. Didalam novel tidak dijelaskan tahun berapa, tahun apa yang mereka lalui.
Didalam novel terdapat tokoh-tokoh yang tidak ada dalam novel dan juga tidak ada tokoh dalam film namun ada dalam novel. Tokoh yang dimaksud adalah yang ada dalam film tetapi tida ada dalam novel adalah Pak Bakri, Pak Mahmud, Pak Zulkarnaen, sedangkan tokoh yang ada ada dalam novel dan tidak ada dalam film adalah, anggota keluarga Lintang, Mujis, Drs.Zulfikar.
Alur dalam novel pun tidak sama dengan film. Alur dalam film begitu cepat dan seakan terburu oleh durasi, ceritanya pun suguhkan dengan kecermatan mengabungkan kejadian satu dengan yang lainnya sehingga muncullah keserasian yang alami. Jika dibandingkan dengan novelnya, novelnya terlalu lama mendeskripsikan dan kesannya memutarkan alur cerita.
Cerita yang janggal dan beda adalah ketika pertemuan dengan Tuk Bayan Tulah. Dalam novel banyak sekali anggota kelompok yang diketuai Mahar, namun dalam film hanya anak-anak Laskar Pelangi. Pertemuan dengan dukun itu dalam film terjadi sebelum diadakan cerdas cermat, namun dalam novel dilakukan setelah cerdas cermat.
Dalam novel Lintang bersekolah hanya sampai tingkat SD, namun dalam novel di ceritkan bahwa Lintang bersekolah sampai SMP. Dalam novel pun ketika Lintang lomba cerdas cermat, ayah dan ibu Lintang datang untuk melihatnya beraksi. Dan ketika mereka cerdas cermat, orang yang seharusnya mengikuti lomba adalah Sahara, Lintang, Ikal, bukanlah Mahar yang menggantikan Sahara.
Dalam novel, Pak Harfan tidak meninggal dunia, ini adalah trik sutradara yang cermerlang, karena disuguhkan pas ketika Ikal sedang berduka karena perempuan yang ia cintai pergi ke Jakarta untuk menemani Bibinya namun dalam film A Ling kekasih ikal pergi menemani Apanya.
Dalam novel, panggilan untuk Bu Mus adalah “Ibunda Guru” namun dalam film hanya “Bu Mus” saja. Bu Mus pun dalam novel memanggil muridnya “ananda” namun dalam film hanya memanggil nama.
Dalam novel tidak diceritakan bahwa SD Muhammadiyah mengikuti ujian di SD PN, namun di film diceritakan. Hal ini mengingat dalam novel pengarang sering membandingkan keunggulan SD PN dengan SD Muhammadiyah yang miskin.
Banyak sekali hal-hal yang di luar dugaan terjadi dalam film ini. Tidak sama dengan novelnya, namun amanat tentang syiar agama Islam tetap terlaksana seperti ketika Bu Mus menasehati Kucai yang tentang keutamaan menjadi seorang pemimpin tanpa harus adanya pemilihan ketua kelas yang diceritakan dalam novel.
Dalam novel setelah 12 tagun kemudian dijelaskan pekerjaan masing-masing anggota Laskar Pelangi. Namun dalam film, pertemuan setelah 12 tahun jemudian adalah Ikal bertemu dengan Lintang dan tidak dijelaskan pekerjaan Lintang apa tidak seperti dalam novel. Akhir cerita yang sangat mengasankan adalah dalam novel, dalam film akhirnya kutang mengena dihari para penonton.
Memang novel dan film adalah dua hal yang berbeda, namun akan saling berkaitan jika keduanya diadaptasikan. Hal itu sering terjadi pada saat ini, novel yang kemudian di filmkan. Karena itulah ciri karya sastra angkatan 2000an.